Senyum
di bibirku selalu tersenyum bila gerimis itu mulai datang. Gerimis yang telah
menjadi pembuka gerbang hati mu. Entah kenapa sejak peristiwa itu, aku selalu
menanti gerimis. Berharap aka nada kamu disana menunggu dengan setia tak lupa
juga dengan bibir yang tertekuk. Entahlah kenapa kamu sangat membenci gerimis.
“Gerimis
itu nyebelin! Ga bisa pulang! Apalagi kalo ntar jadi ujan gede!” keluhmu saat
itu. Entah sudah ke berapa kali aku menemanimu di halte ini. Berawal dari
ketidak sengajaan pada akhirnya aku selalu menunggumu disini.
Entah
lah apakah kamu menyadarinya atau tidak, tapi aku selalu penasaran dengan
ekspresi wajahmu. Terkadang tampak bahagia, tapi tak jarang matamu muram
seperti tak ada lagi cahaya.
Sadarkah
kau bila semakin hari aku menjadi kecanduan akan hadirmu. Rasanya ingin kamu
seperti morfin yang selalu membuatku tenang. Apakah ini salah? Apakah kamu tahu
bagaimana reaksiku saat merasakan gerimis tanpamu? Rasanya seperti kesakitan
yang tanpa akhir.
Hingga
pada akhirnya butuh beberapa bulan untuk bisa membuka percakapan denganmu.
Hanya sepotong kalimat tidak penting, kemudian akhirnya hingga beribu – ribu
kalimat sudah terlontar dari bibir kita. Semua selalu di temani oleh gerimis.
Hanya saja semua menjadi lebih baik. Dari perbincangan di halte, hingga
akhirnya berakhir di beranda kostmu.
“Kamu
kenapa sech suka banget sama gerimis? Orang aneh,” ucap mu waktu itu. Aku hanya
tersenyum mendengar pertanyaanmu.
“Karena
gerimis membuatku ingat padamu,” jawabku. Aku masih bisa melihat senyum mu
sebelum mencubit lenganku. Aku hanya tertawa menerima cubitannya. Senang
rasanya bila kita semakin dekat. Saat tak ada lagi rahasia yang tersimpan. Maaf
tapi ternyata aku masih memiliki rahasia yang mungkin tidak akan pernah kamu tahu.
Rahasia yang terselip di antara canda tawa kita.
“Cowo
itu brengsek,Ve!” itu yang kamu ucapkan saat masuk ke kamarku. Aku sudah tahu
pertanda kamu akan bercerita panjang lebar tentang lelaki itu. Setelah lelah
bercerita kamu akan menangis sendiri di peraduanku. Dan aku akan mengalah untuk
tidur di karpet kesayanganku.
“Kamu
kok ga pernah pacaran? Kenapa?” tanyamu sekali lagi. sudah sering pertanyaan
itu terlontar. Sudah sering pula kamu menjadi mak comblang yang selalu gagal
total. Aku selalu tersenyum mendengar pertanyaanmu. Percuma bila aku jawab.
Aku
sungguh sangat menginginkanmu, entah kau paham atau tidak. Maaf bila mungkin
serasa aku terlalu mencengkram mu. Sungguh! Aku hanya ingin kamu tahu dunia
tidak sebaik itu! Aku pernah merasakan pahitnya dunia, kejamnya mereka yang
merasa kuat. Aku tidak ingin kamu merasakan itu.
Itukah
yang membuatmu marah? Itukah yang membuatmu menjauh? Aku hanya menatap nanar
bayanganmu. Tak bisakah kamu merasakan sedikit saja aku. Tak bisakah kamu
merasakan getirnya hidupku. Ingin aku menangis karena kehilanganmu, tapi untuk
apa?
Sore
ini aku bersyukur masih merasakan gerimis lagi. Gerimis yang sudah lama aku
rindukan. Ingatkah tanggal ini? Tanggal dimana kita pertama bertemu. Tanggal
dimana aku pertama kali bertemu denganmu. Sudah hampir lima tahun dan aku masih
saja belum bisa menerima takdir itu.
“Gerimis
akan selalu mengingatkanku kepadamu Cinta. Maaf, bila aku mencintaimu. Itulah
yang selalu ingin aku katakan. Cinta yang menurut orang terlarang,” ucapku
sambil membelai batu nisan yang bertuliskan nama Cinta. Gerimis itu datang
lagi.
Naskah ini sedang di ikutsertakan pada lomba FF Inspirasiku.
Naskah ini sedang di ikutsertakan pada lomba FF Inspirasiku.
http://pustakainspirasiku.blogspot.com/2012/04/lomba-ff-mingguan-pustaka-inspirasi-ku.html
Tidak ada komentar
Hei Terima kasih sudah berkunjung...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya..nanti saya akan berkunjung balik...
please jangan tinggalkan link hidup..
Terima Kasih